Wanita : Kaca yang Berdebu

Ia ibarat kaca yang berdebu
Jangan terlalu keras membersihkannya
Nanti ia mudah retak dan pecah

Ia ibarat kaca yang berdebu
Jangan terlalu lembut membersihkannya
Nanti ia mudah keruh dan bernoda

Ia bagai permata keindahan
Sentuhlah hatinya dengan kelembutan

Ia sehalus sutera di awan
Jagalah hatinya dengan kesabaran

Lemah lembutlah kepadanya
Namun jangan terlalu memanjakannya
Tegurlah jika ia bersalah
Namun jangan kau lukai hatinya

Bersabarlah bila menghadapinya
Terimalah ia dengan keikhlasan
Karena ia kaca yang berdebu

Semoga kau temukan dirinya bercahayakan iman

(Nasyid Kaca yang Berdebu by Maidani)


*****

Satu lagi tentang wanita. Kaca yang berdebu. Hmm.. setelah tulang rusuk yang bengkok.. Jangan terlalu keras meluruskannya karena ia akan patah, pun jangan dibiarkan tetap dalam kebengkokannya.

Hhh.. Wanita. Wanita. Memang susah dimengerti.

(Hla? Hehe ^^x)

Episode Pantai

Ini tentang akhir pekan kemarin.
Setelah tiga kali akhir pekan habis di tiga kota yang berbeda (pertama di Kudus rumah keluarga suami kakak perempuan pertama saya, kedua di Wonosobo demi menjumpai sang Ibunda dan adiknda, terakhir di Jakarta sembari menyingkirkan barang-barang peninggalan saya dari eks kost di ponjay) maka saya putuskan berakhir pekan di Semarang! Domisili saya sekarang ini.

Semua rencana tersusun rapi kemarin ini. Ini realisasinya.

Rute perjalanan saya hari sabtu lalu (19 Juli 2008) :
Gang Bedagan samping kantor walikota Semarang -> Pantai Marina -> Masjid Baiturrahman -> Gramedia (dkt) Simpang Lima -> kost -> DP Mall -> kost

Saya cerita tentang Pantai Marina saja ya.
(Ini ada beberapa fotonya)


(Itu tu kapal pesiar yang bisa dinaiki --tapi bayar--)


Sebuah kecenderungan yang lazim terjadi pada diri manusia, menginginkan apa yang belum atau jarang didapatnya. Maka itu pula yang terjadi pada diri saya. Terlahir sebagai seorang anggun (=anak nggunung) jadilah saya terobsesi dengan pantai. Semoga bukan obsesif kompulsif a la Jimbron yang tergila-gila pada kuda. Entahlah, saya sendiri tak tahu pasti apa yang membuat saya terobsesi. Tapi saya masih memimpikan duduk di pasir pantai bertilawah ditemani ombak dan angin. Hmm.. sepertinya buku Diary Pengantin punya andil atas keinginan ini. Hehe.

Jadilah sabtu siang (sekitar pukul 11, seusai menghadirkan jasad dan ruh serta hati saya dalam forum cinta --huihui, istilahnya!--) saya berjalan kaki menuju Pasar Bulu dekat Tugu Muda itu, menanti bis yang akan membawa saya ke Marina. Bis jurusan kelipang-PRPP inilah yang biasa saya tumpangi ketika berangkat ke kantor setiap hari kerja. Ongkosnya 2000 saja! (Tarif normal --sepengamatan saya-- sekitar 2500 atau 3000 tapi mungkin karena melihat penampakan saya yang kecil a la anak SMA apalagi dengan ransel di punggung saya (^^x), bapak-bapak kondektur memungut ongkos 2000 saja spesial untuk saya hehe). Saya naik itu bis sampai di pojok perhentian bis sampai-sampai sang kondektur harus 'mengusir' saya turun dari bis, gara-garanya saya tetap saja duduk di dalam bis ketika sang bis sudah mencapai ujung perhentian. Turun. Celingukan. Gerbang PRPP menyambut saya. Pantai Marina arah mana ya? Kanan? Kiri? Nekad. Saya pilih kiri. Kemudian untuk memantapkan saya tanya bapak-bapak yang sedang makan di warung tenda dekat situ.
"Kalau mau ke Marina kemana ya Pak?"
"Sana Mbak" Jawab beliau sembari menunjuk ke kiri.
"Oh, kesana Mbak" Bapak yang satunya lagi menunjuk arah kanan.
Hla? Piye to?
Minutes later.. Ternyata ke Marina bukan ke kiri tapi ke kanan! Oke, lanjuttt..! Sebelum berpisah, sang bapak memberikan petuah berharga, "Jauh lho mbak kalo jalan kaki"
Gapapa Pak.
Watashi ganbaru. Hehe ^^x.

Benar-benar sebuah perjuangan kala itu. Siangnya Semarang yang panas. Berjalan kaki seorang diri dalam balutan baju dan jilbab warna hitam! Ffiuhh.. Alhamdulillah tak berapa lama sebuah becak melintas. Agak dramatis kejadiannya. Agak 'fly' (^^x) gara-gara kepanasan membuat saya sempat tak menyadari keberadaan sang becak. Ketika tersadar reflek saya menoleh ke kanan. Sang bapak penarik becak pun menoleh ke arah saya. Saya tersenyum. Dan beliau juga tersenyum. Saya senang tak harus berjalan berpanggang-panas lebih jauh lagi dan beliau.. mungkin senang karena akan mendapatkan rezeki.


(Ini foto diambil dalam naungan becak)

Then.. Dalam naungan becak ditemani tiupan angin. Perjalanan yang menyenangkan.. Ngobrol dengan sang bapak penarik eh pengayuh becak.
"Rame ga pak pantainya?"
"Kalo bukan musim liburan biasanya sepi mbak"
Bagus. Bagus. Kata saya. Kan ke pantai mau menyepi. Hehe.
"Tapi hari-hari gini biasanya banyak pasangan-pasangan"
Wekz!


Sesampainya di pantai..
Oia. Tiket masuknya tiga ribu rupiah saja dot kom.
Kecewa.. Pantai yang tenang memang. Tapi terlalu tenang.. Ga ada itu ombak. Hanya ada gelombang permukaan air dengan amplitudo kecil. Huhu.. Berasa kolam renang.. Kalopun ada yang membuatnya lebih terlihat sebagai lautan adalah beberapa kapal-kapal pesiar di pinggiran. Teringat komentar kejam seorang teman tentang pantai ini : "Kayak selokan!" hehe. Piss ah.
Dan yang lebih parah dari itu adalah the fact that the visitors, almost all, are couples! Yang duduk berdempet-dempetan di pinggir pantai. Di bawah-bawah pohon. Malu saya melihat tingkah mereka itu. Huuu..kok bukan mereka yang malu sama saya!
Kondisi pantai yang tak terlalu mendukung itu akhirnya membuat saya yang datang bersendirian tanpa teman ini, harus puas berkeliling pantai bersama becak dan sang bapak. Bersyukur, beliau dengan baiknya mempersilakan saya turun dan mengambil gambar di lokasi-lokasi yang menurut beliau cukup layak untuk difoto. Hehe. Selesai berkeliling langsung pulang. Tak sampai setengah jam saya ada di pantai itu..


Jadi..
Episode pantai kali ini belum memuaskan obsesi saya akan pantai. Saya belum berkesempatan menikmati tilawah di tepi pantai..
Mungkin suatu hari nanti.
Doakan saya (^^x)

Ganbarou!

[update 26 juli 2008 02:14 pm]
Ini beberapa tips untuk yang mau berkunjung ke Pantai Marina :

1. Better not to go alone there ^^x
Datanglah bersama kawan-kawan anda
2. Lebih baik datang pada musim liburan sekolah, karena ramai pengunjung, sehingga tarif naik kapal pesiar dihitung per orangnya jadi lebih murah.
Kecuali anda memang ingin bersendiri di pantai ini.
3. Lebih nyaman jika anda membawa kendaraan sendiri. Karena jarak dari tempat pemberhentian bis ke pantai lumayan jauh. Tapi kalaupun tidak, anda bisa memanfaatkan jasa pengayuh becak.
4. Bawa payung atau penutup kepala. Panas euy. Hehe ^^x.

Menikah Bukanlah Akhir

Saya suka mencatat kata-kata bermakna dari orang-orang di sekitar saya. Dan dalam forum ‘itu’ sering sekali saya temukan kata-kata indah. Suatu ketika di akhir tingkat tiga, ketika hampir di setiap penjuru forum kampus ramai dengan topik menikah, sang murobbi pernah berkata tentang pernikahan.

“Menikah itu bukan akhir dari segalanya”

Tahu Cinderella kan? Snow White? (Baru nyadar saya kalau ia bukan putri salju tapi ‘putih salju’!) Dan cerita-cerita putri-putri-an lainnya? Tahu apa kesamaan dari semua cerita itu? Penderitaan kehidupan yang dialami sang tokoh utama selalu berakhir dengan s-e-bu-a-h p-e-r-n-i-ka-h-a-n. They live happily ever after. Seakan-akan setelah menikah maka mereka akan hidup bahagia selamanya dan tak akan ada lagi penderitaan, kesedihan ataupun kepedihan. Pernah tak kalian membayangkan andai film cerita dari negeri dongeng macam Cinderella dan kawan-kawan dibuat sekuelnya, kira-kira akan jadi seperti apa ya? Mungkin sang pangeran nantinya akan mengejar-ngejar putri lain yang lebih menarik? Cinderella dan pangeran bertengkar lalu bercerai? Hehe. Mungkin saja kan?

Ada lagi kawan saya. “Menikah adalah solusi” adalah kata-kata yang sangat amat sering sekali diucapkan oleh seorang kawan saya setelah ia menikah. Sebut saja JouJou (bukan nama sebenarnya). Sepanjang hari, selama berbulan-bulan, sepanjang tahun (hehe, ga juga), sang kawan ini setiap kali ada kawan lain yang bercerita dalam sesi curhat forum ‘itu’ (qodhoya rowa’i) seringkali berkata dengan penuh semangat, “Solusinya adalah menikah!”. Tak peduli jenis permasalahan apa yang dihadapi. Pokoknya solusinya adalah menikah. Titik. Haha. Orang aneh. “Iya, bener, solusi buatmu tapi bukan buatku” kata saya waktu itu. Menikah belum tentu adalah solusi bagi semua orang, bisa jadi malah memunculkan masalah baru. Eh, tapi dalam kondisi ‘standar’ (temperatur nol derajat celcius dan tekanan satu atmosfer, hehe, kangen pelajaran kimia, heleh), menikah adalah memang sebuah solusi.

Tentang Cinderella itu, bukan berarti saya mau bilang kalau pernikahan akan selalu berisi kesedihan ataupun permasalahan baru dalam hidup lho ya. Hanya saja ‘hidup bahagia selamanya’ itu yang agak mengganjal. Kecuali ketika kita memberikan pemaknaan lain pada kata ‘bahagia’. Jika bahagia yang dimaksud adalah kebahagiaan menerima sang pasangan komplet dengan semua kebaikan dan kekurangannya dan komplet dengan baik-buruknya keluarganya (ketika menikah bukan hanya menikahi istri atau suami saja tapi juga menikahi seluruh keluarganya --ini kata mbak Asma Nadia lho--). Kebahagiaan karena menerima dengan ikhlas segala apa yang terjadi dalam pernikahan. Kebahagiaan karena pernikahan dilakukan dengan sebuah tujuan besar. Pernikahan yang disandarkan pada sesuatu yang tak lekang dimakan zaman (wui.. bahasanya). Dijalan Allah aku menikah. Hehe, bukan mau nyaingin Pak Cah (Cahyadi Takariawan, penulis buku Dijalan Dakwah Aku Menikah) lho ^^x.


Wuih, ada apa ini saya nulis tentang menikah? Bukan, bukan, bukan untuk saya. Saya menulis ini untuk beberapa saudari yang telah dan akan menikah. Spesial untuk kalian ukh..
Arum & Pak Evans (terimakasih undangannya, saya sangat menikmati hidangan walimatul ‘ursy nya, hihi ^^)
Mbak Tutik & Dino (Afwan ga datang ke walimah kalian, insya Allah terucap doa untuk kalian)
Irma & ...... (Afwan irma, smsnya kehapus, diriku ga hafal nama calon penyelamat-hatimu, hehe, Insya Allah akan kudatangi walimahmu jeng)

Semoga keberkahan Allah selalu bersama kalian. Semoga pernikahan tak menjadikan langkah dan gerak terhambat, justru semakin cepat dan penuh keberkahan pula. Dua kepala lebih baik daripada satu kepala kan? Saling mengingatkan saling menguatkan hingga maut memisahkan..
Barokallahu laka wa baroka ‘alaika wa jama’a bainakuma fi khoir..

my very first

Tahukah anda apa yang sedang saya lakukan sekarang?

Saya ada di aula lantai 3 di kantor saya. Di bangku pojok kanan belakang. Menonton lelang! Mobil sitaan dilelang, Bung!
Pengalaman pertama!
Nantikan laporan saya. Hoho B-)

(Update 10:40 am)
Di meja depan --'meladeni' para peserta lelang-- ada Pak Kakap, Kasie Penagihan, dua orang ibu dari KPKNL (salah satunya adalah juru lelang).

Lelang yang sepi. Pesertanya cuma tujuh orang. Padahal yang dilelang dua mobil. Dan acara ini selesai kurang dari setengah jam.
Kata mas juru sita di kantor, ga puas dengan lelang kali ini. Sepi. Cuma tujuh. Padahal biasanya bisa dua puluh peserta.

Lelang dibuka oleh Pak Bosnya para debt collector (yang sepertinya akan jadi bos saya juga). Lanjut sambutan dari Pak kepala Geng (Kakap). Kata beliau, "Lelang ini bukanlah tujuan utama dari kantor kami, sebenarnya ini adalah hal yang sama-sama tidak diharapkan --oleh fiskus maupun wp--". Catet. Terus ada pengantar dari ibu juru lelang. Paaa..njang. (Prememori). Then, dimulailah lelang. Ibu julang (juru lelang) menyebutkan harga limit. Peserta menyebutkan harga tawaran mereka. Eia, sistem lelang dilakukan dengan penawaran secara lisan dengan harga naik-naik. Saya kira bakalan seru macam di film-film buatan hongkong itu yang ada sindikat pembeli barang lelangnya, terus ada adegan baku tembak, hoho. Ternyata gini. Pesertanya juga lemes. Naikin harganya seratus demi seratus. Pikir saya, wuih seratus juta! Ternyata seratus ribu.
Dan akhirnya dua mobil sitaan ditebus tak jauh dari harga limit.

Kata saya, gapapalah, pengalaman pertama ini. Tapi sang juru sita masih berkata, "ga puas".

Smangadz!

Membaca = Mengupgrade Kepribadian *

Buku yang sedang saya baca saat ini, dua buku sekaligus, tulisannya Gede Prama : Inovasi atau Mati, dan Percaya Cinta Percaya Keajaiban. Dan dua-duanya berkasus sama, belum selesai saya baca. Kebiasaan saya memang, membaca beberapa buku sekaligus, burukkah?
Lanjut..

Tulisan satu orang tapi dengan rasa yang berbeda. Saya pertama sekali membaca yang Inovasi atau Mati. Tentang manajemen organisasi. Gede Prama banyak mengkritik pemikiran-pemikiran yang sudah ada. Mulai dari pemikiran Kenichi Ohmae tentang Borderless World yang katanya masih saja ber-border, Kohler, dan nama-nama lainnya (tokoh-tokoh manajemen yang asing bagi telinga saya). Bagus pemikiran Bapak ini, baru. Seperti kata beliau tentang sekolah bahwa harusnya sekolah itu memberikan motivasi untuk belajar dan bukannya mendikte murid-muridnya untuk menjadi seperti apa. Langsung terbayang metode pendidikan di kebanyakan sekolah di Indonesia dan paradigma para orang tua --yang sudah harus dimuseumkan-- yang menilai keberhasilan pendidikan dari nilai yang diperoleh anak-anak mereka. Rangking. Teringat kalimat yang Berulang kali saya ucapkan ketika jaman kuliah kemarin "IP tidak akan pernah menggambarkan diri saya yang sebenarnya!". Sebuah usaha untuk mengingatkan diri ini apa yang sebenarnya saya tuju, tapi kadangkala malah jadi pembenaran ketika IP tak sesuai dengan yang diinginkan (hehe). Kembali lagi ke buku Gede Prama ini, sempat timbul ke-tidak-sreg-an saat membaca tulisan beliau. Di beberapa tulisan yang sudah saya baca, beliau seringkali memulai dengan memunculkan sebuah gagasan yang mengobrak-abrik pemikiran lama, mencapai klimks kemudian dilanjutkan dengan antiklimaks, pernyataan beliau bahwa seperti halnya pemikiran tokoh-tokoh yang beliau kritik, pemikiran beliau pun sama tak pentingnya, lalu diakhiri dengan "robek saja tulisan ini" atau "buang saja buku ini". Dalam pikiran saya, itu terlihat seperti sikap seseorang yang berani melemparkan sebuah ide tapi tak berani menghadapi akibat yang akan ditimbulkan oleh 'aksi' pelemparan tersebut. Maka, saya mulai malas-malasan membaca buku itu, disamping karena bahasa manajemen susah dicerna oleh otak saya. Sampai ketika saya pulang ke kampuang kemarin. Menemukan buku koleksi sang mbak di rak buku, lagi-lagi Gede Prama. Mengantisipasi kebosanan, akhirnya saya culik buku itu untuk menemani perjalanan saya menuju kota semar (Semarang maksudnya). Tepat! Judul bukunya Percaya Cinta Percaya Keajaiban. Tulisan dibuka dengan sebuah quote yang merupakan sebuah pesan sms yang dikirimkan oleh putri pertama Gede Prama:
Kegelapan bisa menyembunyikan gunung, sungai, pohon, dll. Akan tetapi ia tidak bisa menyembunyikan cinta.

Sudah saya baca itu buku sampai bab II tulisan ke-16. Komentar saya, keren, keren, keren. Subhanallah. Rasa yang berbeda dengan ketika saya baca buku yang pertama. Yang berasal dari hati akan mudah ditangkap oleh hati pula. Tidak perlulah saya resensi itu buku. Yang anda butuhkan adalah membacanya sendiri.

Selamat membaca!
Jangan lupa baca bismillah (pesan pak okebebeh)


*Kalimat ini pertama kali saya dengar hampir lima tahun yang lalu. Pas jaman saya kelas dua SMA. Keluar dari mulut mentor bahasa inggris dulu, mas Alfa. Ketika itu saya mencatat dalam-dalam di hati saya

Powered by Blogger