Efektif - Sebuah Tanda Tanya
Beberapa hari lalu membaca tabloid Civitas punya teman sekamar. Sebuah kolom kecil di pojok kiri bawah. Lapak Fogging. Seketika teringat perbincangan dengan seorang teman yang sempat menumpang tidur di kost-an karena ditinggal sang suami mengejar orang utan ke Pontianak.
“Anak bengkel mau ngadain Lapak Fogging” katanya sambil melempar sebuah amplop panjang warna putih ke tempat tidur.
Saya menjangkau amplop itu. Saya buka.
“Ga efektif. Fogging itu kan butuh dana besar. Kalau tempatnya ga dibersihin ya nyamuknya bakalan balik lagi!..”
“Emang sudah ada penghuni lapak yang terkena DB (Demam Berdarah) ya?”
“Ada beberapa”
“Sekalian saja bersihkan lapaknya”
Sang kawan memandang dengan tatapan tak percaya pada saya.
Hening.
Lapak yang saya maksud ini adalah sebuah komunitas pemulung di dekat Kampus sebuah Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK) di lingkungan Departemen Keuangan. Kami —makhluk-makhluk Kampus— terbiasa menyebutnya Lapak Sarmili. Dan yang namanya Lapak Pemulung, ya isinya pasti sampah to ya. Kalau lapaknya dibersihkan sama artinya dengan ‘memusnahkan’ tempat tinggal dan sumber penghidupan mereka —para pemulung itu—. Mengertilah saya arti tatapan aneh sang teman.
Dan sekarang, lepas dari kontroversi efektif-ga-efektif-nya, kegiatan Lapak Fogging itu sudah terlaksana. Saya pribadi berharap semoga kegiatan tersebut bermanfaat. Yang tersisa di benak saya sekarang adalah sebuah tanda tanya besar. Haruskah tidak melakukan sesuatu yang tidak efektif? Ataukah ketika melakukan sesuatu kita harus membuat sebuah rencana sedetail mungkin hingga tak ada satupun detail yang terlewatkan? Apakah baru boleh melakukan sesuatu ketika semua persiapan telah lengkap mempertimbangkan semua kemungkinan-kemungkinan positif dan negatifnya? (Ups, ternyata bukan hanya satu tanda tanya n_n) Kalau begini caranya, kapan geraknya? Kesempurnaan itu susah, bung!
Teringat lapak. Teringat sebuah acara kecil yang pernah kami —saya dan teman-teman Ats Tsabat Muslim Improvement— buat untuk anak-anak lapak. Rekreasi di kawasan Situgintung.
Sang donatur kala itu berkata,
“Untuk kali ini tolong buat acara yang punya efek jangka panjang, jangan cuma makan-makan dan senang-senang”
Kami memeras otak (ffiuhh, jadi wajar saja kalau sekarang agak bebal karena otak sudah diperas kala itu). Jadilah sebuah acara rekreasi sederhana dengan sebuah tujuan: mendorong mereka untuk berani bercita-cita! Hasilnya (menurut penuturan teman-teman, karena saya tidak di lokasi ketika hari-H) mereka berani bercita-cita tak peduli keterbatasan hidup yang mereka hadapi. Bermacam cita-cita, ada yang ingin jadi dokter, guru, sampai artis. Yang terakhir ini yang bikin miris. Apakah kegiatan ini benar-benar mempunyai efek jangka panjang? Saya tak tahu. Butuh waktu lama untuk bisa membuktikan hal ini. Mungkin suatu saat akan saya lihat hasilnya. Atau mungkin tidak sama sekali.
Dan tentang tanda tanya itu. Saya masih tak mengerti. Yang saya tahu hanya, saya akan bergerak jika ingin bergerak. Entah itu akan efektif atau tidak pada akhirnya.
0 Response to "Efektif - Sebuah Tanda Tanya"
Post a Comment